socialbali.com

Berita Lokal, Isu Global – Dari Bali untuk Dunia

Ekonomi RI Tumbuh Pesat, Tapi Sektor Properti Masih Gigit Jari

Ekonomi RI Tumbuh Pesat, Tapi Sektor Properti Masih Gigit Jari

socialbali.com – Indonesia berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di paruh pertama 2025. Namun, kabar baik ini tidak dirasakan merata, terutama di sektor properti yang justru mencatat kinerja suram. Banyak pengembang melaporkan penurunan penjualan, stagnasi proyek, bahkan kerugian di beberapa segmen.

Lalu, kenapa bisa terjadi kontras tajam antara pertumbuhan ekonomi dan keterpurukan properti? Artikel ini akan mengupas fenomena ini secara lengkap.

Kondisi Ekonomi Nasional Membaik di Tengah Ketidakpastian Global

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 masih berada di jalur positif, dengan capaian kuartal kedua mencapai 5,2% (year-on-year). Ini ditopang oleh konsumsi domestik yang stabil, peningkatan ekspor, dan pertumbuhan sektor pariwisata serta teknologi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah masih menjadi motor utama pertumbuhan. Sektor manufaktur dan jasa keuangan pun menunjukkan pemulihan kuat.

Namun meskipun indikator makro ekonomi terlihat sehat, tak semua sektor bergerak senada. Sektor properti justru mengalami tantangan besar, mulai dari penurunan permintaan hingga stagnasi proyek pembangunan.

Sektor Properti Masih Tertekan di Tengah Pemulihan

Meskipun ekonomi RI tumbuh, sektor properti belum kunjung bangkit. Data Real Estate Indonesia (REI) menunjukkan penjualan hunian tapak menurun hingga 18% secara tahunan di semester pertama 2025. Bahkan, apartemen kelas menengah ke atas mengalami penurunan permintaan hingga 22%.

Beberapa penyebabnya antara lain:

  1. Tingginya Suku Bunga Kredit KPR: Bank Indonesia masih menahan suku bunga di level 6,5%, membuat KPR makin mahal.

  2. Kondisi Konsumen yang Belum Pulih: Masyarakat masih fokus pada kebutuhan pokok, bukan investasi properti.

  3. Kelebihan Pasokan di Beberapa Kota: Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan kelebihan suplai apartemen yang tidak terserap pasar.

Para Developer Mulai Pangkas Proyek dan Lakukan Restrukturisasi

Melihat kondisi yang belum kondusif, banyak pengembang memilih strategi bertahan. Beberapa proyek besar ditunda, bahkan dibatalkan. Restrukturisasi keuangan dan efisiensi biaya menjadi pilihan wajib demi menjaga keberlangsungan bisnis.

PT Properti Maju Jaya, salah satu pengembang nasional, menyebutkan bahwa mereka harus menunda pembangunan dua proyek township senilai triliunan rupiah karena rendahnya permintaan.

Pengembang lainnya seperti Summarecon dan Ciputra Group pun mulai mengalihkan fokus dari proyek baru ke penguatan layanan purna jual dan inovasi digital, seperti virtual tour dan sistem pemesanan online.

Investor Masih Wait and See, Pasar Sekunder Lebih Diminati

Sikap investor properti pun berubah. Alih-alih mengincar proyek baru, banyak yang memilih pasar sekunder yang lebih stabil dan likuid. Properti seken seperti rumah tapak dan ruko di lokasi strategis tetap diminati, terutama yang menawarkan yield sewa tinggi.

Sementara itu, investasi properti komersial seperti perkantoran dan hotel masih tertahan akibat tren kerja hybrid dan lesunya wisata bisnis.


Pemerintah Didorong Beri Stimulus Khusus Sektor Properti

Melihat kinerja properti yang stagnan, sejumlah asosiasi mendorong pemerintah memberi stimulus khusus. Usulan yang diajukan antara lain:

  • Penurunan PPN untuk Rumah Subsidi dan Komersial

  • Bunga KPR Subsidi untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)

  • Insentif Pajak bagi Developer dan Investor Properti

Kementerian PUPR sendiri sudah menyatakan akan meninjau ulang skema bantuan pembiayaan rumah untuk MBR, agar lebih tepat sasaran dan mendorong permintaan di segmen bawah.

Bisakah Properti Bangkit di Semester Kedua 2025?

Harapan tetap ada. Jika Bank Indonesia menurunkan suku bunga di semester kedua dan ada insentif fiskal yang digelontorkan, maka permintaan properti bisa perlahan tumbuh.

Selain itu, transformasi digital yang digalakkan pengembang diharapkan dapat memperluas jangkauan pasar dan menurunkan biaya pemasaran.

Namun, semua ini masih bergantung pada stabilitas ekonomi global dan respons cepat dari stakeholder industri.