socialbali.com

Berita Lokal, Isu Global – Dari Bali untuk Dunia

Hari Hutan Nasional, Momentum Refleksi Kondisi Hutan Sulawesi yang Kian Terancam

Hari Hutan Nasional, Momentum Refleksi Kondisi Hutan Sulawesi yang Kian Terancam

Hutan Sulawesi dalam Sorotan pada Hari Hutan Nasional

socialbali.com – Hari Hutan Nasional yang jatuh setiap 7 Agustus menjadi momen penting untuk merefleksikan keadaan hutan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sulawesi. Pulau yang kaya akan keanekaragaman hayati ini menyimpan hutan tropis yang menjadi rumah bagi spesies endemik yang tak ditemukan di belahan dunia lain.

Namun, di tengah kemegahan tersebut, kondisi hutan Sulawesi kini mulai mengkhawatirkan. Deforestasi, alih fungsi lahan, serta aktivitas pertambangan dan perkebunan terus memberi tekanan besar pada ekosistem hutan yang semestinya dijaga.

Dalam konteks ini, Hari Hutan Nasional bukan cuma seremonial, tapi seharusnya jadi momentum reflektif dan tindakan nyata. Pemerintah daerah, aktivis lingkungan, akademisi, dan masyarakat sipil perlu menyatukan langkah untuk melindungi hutan yang tersisa.

Deforestasi Masih Jadi Ancaman Serius di Sulawesi

Menurut laporan terbaru dari sejumlah lembaga lingkungan hidup, deforestasi di Sulawesi tetap mengalami tren meningkat, terutama di wilayah Sulawesi Tengah dan Tenggara. Aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang nikel menjadi faktor utama penyebab kerusakan hutan.

Hutan primer yang semula berfungsi sebagai penyeimbang iklim dan penjaga air kini berubah menjadi lahan kritis. Satwa-satwa seperti anoa, babirusa, hingga burung maleo kian kehilangan habitat alaminya. Hal ini bukan hanya mengancam satwa liar, tapi juga mempercepat laju perubahan iklim di kawasan tersebut.

Sebagai contoh, data dari Forest Watch Indonesia mencatat bahwa dalam rentang waktu 2018–2023, Sulawesi kehilangan ratusan ribu hektare tutupan hutan akibat pembukaan jalan tambang dan konsesi industri.

Ironisnya, meskipun banyak proyek yang mengklaim ‘berkelanjutan’, pelaksanaannya di lapangan justru minim kontrol dan berdampak serius pada lingkungan sekitar. Ini yang menegaskan pentingnya pengawasan, regulasi, dan penegakan hukum yang lebih tegas dari pemerintah.

Peran Masyarakat Adat dan Lokal dalam Menjaga Hutan

Salah satu harapan besar dalam menyelamatkan kondisi hutan Sulawesi justru datang dari komunitas adat dan masyarakat lokal. Mereka selama ini hidup berdampingan dengan hutan dan punya pengetahuan lokal (local wisdom) dalam menjaga kelestarian alam.

Di beberapa wilayah, masyarakat adat masih menjalankan sistem kearifan lokal dalam mengelola kawasan hutan. Mereka punya aturan adat yang melarang penebangan pohon sembarangan atau pembakaran lahan. Sayangnya, sistem ini kerap tak dilibatkan dalam perencanaan pembangunan modern.

Contoh keberhasilan bisa dilihat di wilayah Lore Lindu dan Benteng Alla di Sulawesi Selatan, di mana kolaborasi antara masyarakat lokal dan LSM berhasil menjaga kawasan hutan dari ekspansi tambang ilegal.

Mendorong partisipasi masyarakat lokal bukan hanya soal keadilan, tapi juga soal efektivitas jangka panjang. Karena mereka punya hubungan spiritual dan ekonomi dengan hutan yang tidak bisa digantikan oleh pendekatan teknologi semata.

Kebijakan Pemerintah dan Tantangannya

Komitmen Konservasi yang Masih Perlu Dipertanyakan

Meski pemerintah pusat telah menggaungkan komitmen terhadap konservasi, pelaksanaannya di lapangan masih banyak lubang. Moratorium hutan, misalnya, belum sepenuhnya efektif menghentikan ekspansi industri ke kawasan yang seharusnya dilindungi.

Selain itu, masih ada celah dalam regulasi yang dimanfaatkan oleh pengusaha nakal untuk mengubah kawasan konservasi menjadi kawasan industri melalui skema perizinan yang tumpang tindih. Inilah yang membuat kondisi hutan Sulawesi makin kompleks dan menantang untuk diselamatkan.

Evaluasi dan audit terhadap izin-izin lama juga belum dilakukan secara menyeluruh. Hal ini membuat kawasan hutan tetap terbuka untuk eksploitasi meski sudah ada regulasi yang membatasinya.

Perlu Kolaborasi Lebih Serius antara Pusat dan Daerah

Masalah kehutanan memang bukan tanggung jawab satu pihak. Diperlukan sinergi kuat antara pemerintah pusat dan daerah untuk menata kembali kawasan hutan Sulawesi. Terutama dalam menyusun tata ruang yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal.

Program perhutanan sosial seharusnya jadi prioritas, karena memberi ruang bagi masyarakat untuk mengelola hutan secara lestari. Tapi tanpa pendampingan, insentif ekonomi, dan kepastian hukum, program ini sulit berjalan maksimal.

Hari Hutan Nasional tahun ini seharusnya menjadi titik balik bagi semua pemangku kepentingan untuk memperkuat koordinasi dan menyusun roadmap konservasi hutan Sulawesi yang lebih konkret dan terukur.